Ad Code

Responsive Advertisement
6/recent/ticker-posts

Ruang Bicara tak Boleh Hilang

 



Rp.85.000


Penulis: Destita Mutiara, Johan Faladhin, Sandiko Daris Prasetyo, Amanda Putri Sani, Shabrina Asy-Syifa Razqi, Shahnaz Fazilla Jasmine, Diva Citra Erin Dwi Mardha, Sandya Hafiz, Ika Pratiwi, Uswatun Nisa Ul Hasanah, Arsad Ibrahim, Latipah Wanti Harahap, Sasra Aulia Putri, Sandrina Meta Putri, Ester Novita Maria, Lailatul Fajriah, Rahma Yani,Syafira Febriani, Sri Fitri Ningsih, Ananda Arya Adithya, Nurul Edhiesthya Rahmadani, Meylisa Silalahi, Joody Rahmat, Novisa Kasih, Vici Fathir Susilo, Yulia Citra, Aliya Nengsih, Fauziah Fahmi, Yeni Nur Elisah, Siti Anisya, Muhammad Hafiz Sufi, Muhamamd Haykal, Sabitah Aulia Siregar, Adrian Nuggraha, Muhammad Alfin Galih Ramadhan, Wanda Ramadhani, Nashuha Ramadhania, Rara Dwi Jayanti Muji Lestari

Editor: Destita Mutiara

Ukuran: 15 x 23 cm

Tebal:  xviii + 335  hlm

Penerbit: Madrasah Digital Group

ISBN: 

Harga: Rp. 130. 000-,

Sinopsis

buku ini menyajikan kajian mendalam mengenai strategi advokasi sosial, mulai dari konsep fasilitasi dan komunikasi partisipatoris yang relevan bagi pemberdayaan masyarakat akar rumput, hingga penyusunan program advokasi berbasis riset, tujuan SMART, dan pemetaan audiens. Bab-bab awal menekankan bagaimana komunitas lokal seperti masyarakat desa di Riau mampu mengambil peran dalam merumuskan solusi lingkungan dan sosial ketika diberi ruang bicara yang setara. Buku ini juga mengangkat pentingnya reformasi regulasi sebagai upaya menegakkan supremasi hukum, serta kekuatan advokasi berbasis komunitas yang mengintegrasikan lobi, kampanye, koalisi, dan media relations untuk memengaruhi kebijakan publik secara strategis.

Pada bagian berikutnya, buku ini membahas tantangan advokasi di era digital, termasuk fenomena jurnalisme advokasi, partisipasi Gen-Z, risiko keamanan digital, serta dinamika ruang publik menurut Habermas. Disinformasi dan krisis komunikasi mendapat perhatian khusus sebagai ancaman terhadap kredibilitas data dan gerakan sosial, sehingga humas modern perlu bekerja lebih responsif, transparan, dan adaptif. Selanjutnya, isu gender dan hak perempuan di ruang digital dibahas melalui perspektif feminisme interseksional, kekerasan siber, serta advokasi implementasi UU TPKS yang membutuhkan kolaborasi berbagai aktor.


Posting Komentar

0 Komentar